Nata Praja Kusumaning Bangsa

"Hai orang-orang yang beriman, Bertaqwalah kalian kepada Allah dengan (wasilah) mengatakan perkataan yang meneguhkan (hati). (Dan jika kalian telah memenuhi hal tersebut) maka niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal perbuatan kalian dan akan mengampuni bagi kalian dosa kesalahan kalian. Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat kemenangan yang agung" (QS. Al Ahzab 70-71)

Perhitungan Tahun. Saka, jawa, dan arab.

TAHUN

Tahun Jawa

Berdirinya kerajaan Mataram Islam memberi warna baru dalam sejarah penanggalan di Jawa. Tepatnya ketika pemerintahan Sri Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, ditetapkanlah pemberlakuan Tahun Jawa. Adapun sistem penanggalan Tahun Jawa adalah mengikuti penanggalan Hijriah, yaitu berdasarkan perputaran bulan, atau disebut Komariah. Sistem penanggalan ini disepakati berlaku di seluruh wilayah Mataram, yaitu pulau Madura dan seluruh Jawa (kecuali Banten yang bukan kekuasaan Mataram). Hari itu Jum’at Legi tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah bertepatan dengan tahun Saka 1555, dan tahun 1633 Masehi, ditetapkan sebagai awal Tahun Jawa 1555 (melestarikan peninggalan penanggalan Saka).

Ada tiga hal penting dalam pemberlakuan Tahun Jawa:

1. Mempertahankan kebudayaan asli Jawa dengan mewadahi Pawukon dan sebangsanya yang diperlukan dalam memperingati hari kelahiran orang Jawa, mengerti watak dasar manusia dan prediksi peruntungan menurut Primbon Jawa.

2. Melestarikan kebudayaan Hindu yang kaya akan kesusasteraan, kesenian, arsitektur candi dan agama. Hal ini sangat penting karena kebudayaan Hindu telah berhasil menghiasi dan memperindah budaya Jawa selama berabad-abad sebelumnya.

3. Menyelaraskan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Arab. Sistem penanggalan Tahun Jawa yang serupa dengan penanggalan Hijriah yaitu Komariah, akan memudahkan masyarakat Islam di Jawa untuk menjalankan ibadahnya berkaitan dengan hari-hari suci/besar Islam.

Dengan begitu, penanggalan Tahun Jawa mampu mengakomodasi tiga golongan utama masyarakat Jawa ketika itu, yaitu golongan orang Jawa kuno (asli), golongan masyarakat Hindu, dan golongan umat Islam.


Tahun Jawa yang berlaku sekarang ini menurut perhitungan tahun Saka, ialah tahun ketika raja Saliwahana (Adji Saka) di Hindustan naik tahta kerajaan. Tahun kenaikan raja itu diperingati tahun 1. Ketika itu tahun masehi kebetulan tahun 78. Ketika tahun masehi 1633, perhitungan tahun Saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah (tahun Arab), hanya angka tahun yang masih tetap, ialah tahun 1555. Cara menyesuaikan itu tidak seluruhnya, masih banyak hal-hal yang terus dipakai hingga sekarang. Nama hari dan bulan meniru nama Arab hanya ucapannya yang berubah. Tahun Jawa itu dibagi menjadi kelompok-kelompok. Tiap-tiap kelompok umurnya 8 tahun. Tiap-tiap 8 tahun dinamakan 1 windu.

Windu

Windu itu ada 4. Satu windu dinamakan: tumbuk satu kali. Empat windu adalah tumbuk 4 kali (32 tahun). Demikian seterusnya. Tumbuk ini biasanya untuk memperingati umur orang. Umpamanya: lahir pada hari Sabtu Pahing tanggal 25 Rajab 1878. Delapan tahun kemudian ialah pada tahun 1886 pada bulan Rajab tanggal 25 tepat pada hari Sabtu Pahing, ialah hari kelahirannya.

Windu empat itu mempunyai arti dan watak sendiri-sendiri ialah:

1. Windu Adi = utama (banyak tingkah laku baru).

2. Kunthara = kelakuan (banyak tingkah laku baru).

3. Sengara = banjir (banyak air, sungai banjir).

4. Sanjaya = kekumpulan (banyak teman biasa menjadi teman karib).


Nama Tahun

Tahun Jawa dalam 1 windu itu ada namanya sendiri-sendiri ialah Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Dalam 1 windu (8 tahun) ada tahunnya Kabisat 3 ialah pada tahun ke 2 (Ehe), ke 4 (Je) dan ke 8 (Jimakir).

Oleh karena menurut perhitungan tahun Jawa dalam 1 windu ada tahunya Kabisat 3, dalam 120 tahun (15 x 8 tahun), tahunnya Kabisat ada 15 x 3 = 45. Sedang menurut perhitungan tahun Arab tiap-tiap 30 tahun, tahunnya Kabisat ada 11. Dalam 120 tahun, tahunnya Kabisat ada 11 x 4 = 44. Jadi perhitungan tahun Jawa dalam 120 tahun, tahunnya Kabisat lebih satu dari pada tahun Arab.

Agar perhitungan tahun Jawa sama dengan perhitungan tahun Arab, tiap-tiap 15 windu (120 tahun), ada tahunnya kabisat Jawa 1 yang dihilangkan. Hilangnya tahun kabisat 1 itu menyebabkan gantinya huruf, ialah hari pertama pada windu. Jadi huruf itu gantinya tiap-tiap 120 tahun.

Perhitungan tahun Jawa 120 tahun itu rupa-rupanya tidak begitu ditaati. Buktinya dalam tahun 1674 (tahun masehi 1748/49) tahun Jawa telah disesuaikan lagi dengan tahun Arab, ialah dengan membuang tahun kabisat 1. Pada tahun 1748 (tahun masehi 1820/210), jadi belum 120 tahun, telah disesuaikan lagi dengan membuang satu hari lagi (hari mulai windu-churup).

Pada waktu itu yang berlaku ialah churup Jamngiah. Pada tanggal 11 Desember 1749 churup itu dijadikan churup Kamsiah dan pada tanggal 28 September 1821 disesuaikan lagi jadi churup Arbangiah.

Walaupun tahun Jawa telah disesuaikan dengan tahun Arab tiap-tiap 120 tahun sekali, akan tetapi tanggalnya tidak tentu berbarengan. Karena, kecuali beda kelompoknya, tahun Kabisat Jawa itu jalannya tidak berbarengan dengan tahun Kabisat Arab.

Lain dari pada itu ada pula yang harus kita ingatkan, ialah umur bulan dalam tahun Je dan Dal. Mulai tahun 1547 (churup Jamngiah) hingga tahun 1674 (akan ganti churup Kamsiah), tahun Je belim dijadikan tahun Kabisat, masih jadi tahun wastu. Umurnya bulan tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi: 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari.

Sejak churup Kamsiah, tahun Je baru dijadikan tahun Kabisat. Sebab demikian, agar tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal (grebeg Mulud) jatuh pada hari Senin Pon.

Adapun tahun Dal dalam churup Jamngiah (1547-1674) dijadikan tahun Kabisat. Akan tetapi mulai churup Kamsiah (1677-1748) tahun Dal lalu dijadikan tahun Wastu. Mulai churup Arbangiah (1749) umur bulan dalam tahun itu dirobah lagi, tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi: 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari.

Mulai churup Salasiah (1867), menurut perhitungan, tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal sudah tidak jatuh pada hari Senin Pon. Nama tahun Jawa itu kecuali seperti yang tersebut di atas, masih ada namanya lain. Nama tahun seperti yang tersebut dibawah ini adalah untuk mengetahui banyak sedikitnya hujan dalam tahun itu.

Untuk mengetahui nama tahun itu, ialah jika tanggal 1 Sura jatuh pada hari:
Jumat, dinamakan tahun Sukraminangkara (tahun udang). Wataknya: sedikit hujan.
Sabtu, dinamakan tahun Tumpak-maenda (tahun kambing). Wataknya: sedikit hujan.
Ahad, dinamakan tahun Ditekalaba (tahun kalabang). Wataknya: sedikit hujan.
Senin, dinamakan tahun Somawertija (tahun cacing). Wataknya: sedikit hujan.
Selasa, dinamakan Anggarawrestija (tahun kodok). Wataknya: banyak hujan.
Rabu, dinamakan Buda-wiseba (tahun kerbau). Wataknya: banyak hujan.
Kamis, dinamakan Respati-mituna (tahun mimi). Wataknya: banyak hujan.


Bulan/Mangsa
Tarikh Jawa Versi 1
Tarikh Jawa Versi 2
Jawa
Saka
Januari
Srawana
Suro
Kaso
Kasa
Pebruari
Bhadrapada
Sapar
Karo
Karo
Maret
Aswina
Mulud
Katigo
Katiga
April
Kartika
Bakdo Mulud
Kapat
Kapat
Mei
Margasira
Jumadil Awal
Kalimo
Kalima
Juni
Pusya
Jumadil Akhir
Kanem
Kanem
Juli
Mukha
Rejeb
Kaptu
Kapitu
Agustus
Phalguna
Ruwah
Kawolu
Kawolu
September
Caitra
Puasa
Kasongo
Kasanga
Oktober
Waishaka
Sawal
Kasadaso
Kadasa
November
Jyestha
Hapit
Dhestho
Jesta
Desember
Ashada
Besar
Sodho
Sada


Tahun Masehi

Tahun Masehi dimulai dari lahirnya nabi Yesus Kristus. Perhitungan tahun ini menurut jalannya matahari. Umurnya 365 atau 366 hati. Tahun yang berumur 365 hari dinamakan tahun Wastu (tahun pendek). Bulan Februari umurnya hanya 28 hari. Tahun yang berumur 366 hari dinamakan tahun Wuntu (tahun kabisat). Bulan Februari umurnya 29 hari.

Tahun Masehi itu tiap-tiap 4 tahun ada tahunnya kabisat satu. Untuk mengetahui hal ini : jika angka tahun ini ceples dibagi empat, umpamanya tahun 1904, 1908, 1912, dsb.

Akan tetapi jika angka satuan dan puluhan berwujud 0, umpamanya tahun 1700, 1800, 1900, dsb, walaupun angka tahun itu ceples dibagi empat, bukan tahun kabisat, akan tetapi tahun Wastu.




Tahun Arab

Pengaruh kebudayaan Hindu yang sangat kuat di tanah Jawa akhirnya mendapat saingan dengan datangnya kebudayaan Islam. Pengaruh Islam semakin kuat sampai akhirnya pada abad ke-16 masehi Kerajaan Jawa mulai menggunakan sistem penanggalan Arab yang disebut Tahun Hijriah. Sistem penanggalan ini secara resmi digunakan oleh kerajaan Jawa Islam, tetapi sebagian masyarakat masih tetap menggunakan perhitungan Saka.

Tahun Hijriah adalah termasuk tahun Komariah, yaitu mengikuti perputaran bulan. Dalam satu tahun Hijriah berarti bulan mengitari bumi sebanyak 12 kali. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Hijriah berjumlah 29 dan 30 hari. Sehingga satu tahun Hijriah berjumlah 354 atau 355 hari (bulan Zulhijjah berumur 29 atau 30 hari).

Tahun Hijriah perlu diberlakukan di Jawa pada masa itu karena kerajaan-kerajaan Islam harus menyamakan kalender kerajaan dengan peringatan-peringatan penting dalam agama Islam. Pada masa itu, hari-hari besar Islam diperingati sebagai acara resmi kerajaan, misalnya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, Idul Adha setiap tanggal 10 Zulhijjah, dan Mauludan setiap 12 Rabi’ul Awal yang sampai saat ini selalu diperingati secara besar-besaran dalam acara Sekaten.

Tahun Arab (Hidjrah) dimulai dari tahun Masehi 622 ialah hijrahnya Nabi Muhammad S.A.W. dari Mekah ke Madinah. Perhitungan tahun Arab itu menurut jalannya bulan. Tahun Wastu umurnya 354 hati. Tahun Kabisat umurnya 355 hari.

Tahun Arab itu berkelompok 30 tahun. Tiap-tiap 30 tahun ada tahunnya Kabisat 11, ialah tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29. Bagi hari yang perlu dirayakan, umpamanya hari mulai bulan puasa dan hari Idul Fitri, sering tidak cocok dengan penanggalan, hal ini sering terjadi perbedaan rukjat.

Tahun Saka

Sejak abad ke-8 masehi, di Jawa sudah ada Kerajaan Hindu-Jawa yang menggunakan perhitungan waktu berdasarkan sistem kebudayaan asli, kebudayaan Hindu, dan kebudayaan baru. Perhitungan waktu pada masa itu telah menggunakan sistem angka tahun menurut Saka, terpengaruh kebudayaan Hindu.

Tahun Saka dihitung menurut perputaran matahari. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Saka berjumlah 30, 31, dan 32 atau 33 hari pada bulan terakhir, yaitu bulan Saddha. Sehingga setahun berjumlah 365 dan 366 hari, terbagi dalam 12 bulan.

1 komentar:

karjanaga nusantara mengatakan...

Makna implikasi dari perbuatan Sultan Agung mengubah sistem penanggalan tahun saka adalah Sultan Agung telah lancang dan telah merampok hak paten dan royalti milik Ajisaka..Hal itu juga menunjukkan Sultan Agung telah DURHAKA pada BUMI sebagai asal usulnya. Buktinya Tahun saka yang asli itu berbasis sareat BUMI tapi dipaksa dan diubah menjadi berbasis SAREAT BULAN. Padahal derajat bulan itu dibawah derajat BUMI atau sebaliknya derajat BUMI itu lebih tinggi daripada derajat bulan. Semua itu menunjukkan bahwa semakin banyak bukti bahwa ajaran MUHAMMAD itu ajaran DURHAKA dan umat MUHAMMAD itu umat yang DURHAKApadaBUMINYA.

28 Mei 2019 pukul 05.57  

Posting Komentar