Puasa Lelaku, Sarana “Orang Jawa” Mendapatkan Keinginannya
Apa Puasa laku itu?
Puasa, sudah tidak asing lagi orang dimanapum berada untuk mendengarkan kata-kata ini. Dalam pemahaman manapun, puasa selalu dihubungkan dengan penahanan diri.
Puasa dalam etimologi jawa berasal dari bahasa sansekerta. Upa dan wasa, upa berarti pertalian dan wasa berarti wewenang/kekuasaan. Artinya adalah menalikan diri untuk mendapatkan kewenangan tertentu missal ajian dsb. Dalam khasanah jawa, tembung puasa atau Pasa dapat disanepankan (ibaratkan) “Ngeposne Rasa”, atau memberhentikan rasa. Oleh karena itu orang puasa itu tidak hanya dipandang menahan makan, tapi juga menahan syahwat, pandangan, perasaan, kecintaan, maupun penahanan yang lain.
Di dalam tembung Dasanama (Buku Primbon Ajimantrawala) dijelaskan bahwa Pasa = Panas = Tapas = Tapa = Anyiksa Badan. Maka orang berpuasa selalu mengeluarkan panas dari tubuh, seperti halnya orang yang melakukan tapa atau samadi dan orang tapa itu cenderung menyiksa badan yaitu tidak makan, minum, syahwat, urusan dunia dan lainnya. Jadi orang yang berpuasa slalu identik dengan bertapa. Namun, upah apa yang didapatkan? Berpuasa dalam khasanah jawa ini slalu mengantarkan bahwa setiap perbuatan selalu mendapatkan atau menuai (dalam bahasa ingrris dikenal dengan The Law of Harvest).
Dalam kamus English disebutkan bahwa puasa mempunyai bahasa yang bernama “fasting”, artinya mempercepat. Dan dalam bahasa arab disebut dengan istilah “shaum” atau “Shiam”. Dalam konteks beragama islam, puasa diartikan sebagai proses menahan diri dari makan dan minum serta nafsu mulai terbit matahari sampai tenggelamnya matahari. Namun, agak berbeda dengan pemahaman jawa yang secara turun temurun diajarkan mulai perkembangan agama budha dan hindu. Bahwasanya puasa adalah menjalani ritual tertentu untuk mendapatkan pertalian yang diinginkan. Biasanya kalau makan hanya tengah malam (jam 12 malam saja). Dan sejak ajaran islam dating, maka mulai ada Akulturasi budaya bagi orang jawa bahwa boleh melakukan puasa dan makan ketika matahari sebelum terbit dan tenggelam, dengan hasil laku yang diinginkan. Hal ini muncul sejak zaman Sunan Kalijaga sekitar tahun 1400 saka.
Lelaku atau biasa disebut laku, dalam kamus Sansekerta artinya jalan, atau menjalankan. Laku disini berarti memperoleh sesuatu demi tercapainya tujuan tertentu. Biasanya, bagi orang jawa puasa laku lebih pada kegiatan untuk memperoleh sesuatu dan berupa kekuatan spiritual. Oleh karenanya, puasa laku adalah suatu sikap atau cara prihatin orang jawa untuk mendapatkan sesuatu. Secara sadar maupun tidak sadar, orang jawa beranggapan bahwa setiap kita mempunyai keinginan tertentu maka perlu dibarengi dengan sarana sesuatu atau sarana Laku.
Apa manfaat dari pada puasa laku?
Sebagaimana diketahui bahwa manfaat dari puasa laku sangat banyak dan beragam. Bahkan setiap orang yang menjalani berbeda-beda pun juga mendapatkan hasil yang berbeda. Kenapa demikian? Karena tampungan dari dimensi setiap orang itu berbeda-beda dan setiap orang mengalami pengalaman metafisik yang berbeda-beda. Dan yang paling penting, puasa lelaku akan didapatkan hasil sesuai dengan keinginan (baca:Niat) dari masing-masing yang melakukannya.
Misalkan ada yang melakukan puasa laku sebagai sarana untuk mendapatkan Aji Jaya Kawijayan (Kanuragan dan Kadigdayaan). Ada pula yang hanya untuk menjcari kewaskitaan. Ada untuk mencari kadigdayaan. Serta ada pula yang menjalankan laku hanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Gusti ingkang Murbeng Dumadi. Dari sini dapat dilihat bahwasanya melakukan puasa semacam ini akan menimbulkan sesuatu hal sesuai keinginannya.
Apakah ada efek samping/ pantangan dari puasa laku?
Sebenarnya, setiap kita melakukan suatu perbuatan pasti selalu menimbulkan efek samping. Yaitu efek ke positif dan efek ke negatif. Sama seperti puasa, kalo memang dari niatnya sudah positif maka hasil yang didapatkan pun juga positif, dan sebaliknya. Dari sejarah adanya puasa lakupun bisa dilihat bahwa jika sebelum di akulturasikan dengan budaya islam, maka pelaksanaan puasa laku masih pada bantuan kekuatan dari alam lain seperti Jin, Perewangan, Khodam, dsb. Ketika islam masuk, sudah banyak perombakan dan menghilangkan sarana yang menuju selain pada Allah. Tapi walaupun umat islam sendiri kadang masih banyak hidupnya yang mengizinkan untk tetap dibantu oleh Khodam, Jin, dsb.
Makanya dari sini kita bisa melihat, bahwa puasa laku slalu dilihat dari niat, dengan Syarat dan ketentuan berlaku.
Kisah nyata, pernah teman puasa mutih 40 hari. Dengan sholat tetap teratur. Dan hasilnya pun justru positif. Lebih pada memperbesar dan menghaluskan energy dalam diri. Ada pula teman saya pernah nglowong 3hri, dengan tujuan Kadigdayan, di hari ketiga dia mendapat wisikan ghaib untuk keluar rumah menuju dekat kali. Dan ternyata dia menemukan pusaka berupa keris yang muncul dari tanah seperti muncul begitu saja dengan cahaya yang bersinar.
Pernah pula teman berpuasa mutih 3 hari, juga mendapat hasil yang luar biasa hebatnya. Ini disebabkan ada pengaruhnya juga dengan tujuan dari masing-masing individu. Tetapi yang banyak saya jumpai, biasanya efek yang ditimbulkan slalu kearah positif.
apa saja jenis dari puasa laku?
Puasa mutih. Adalah puasa dengan syarat hanya minum air putih dan nasi putih, dengan syarat dan ketentuan berlaku. Kadang ada 3hari, 7hari, maupun 40hari. Puasa mutih lebih membawa pada penempaan atau pembentukan energy baru di tubuh manusia.
Puasa Nglowong. Tidak makan dan tidak minum sama sekali, namun untuk menjaga esensi puasa maka diperbolehkan waktu sahur dan berbuka minum air saja. Boleh tidur sebentar.
Puasa Ngebleng. Yaitu puasa yang hanya di kamar saja. Tidak boleh kena sinar matahari maupun menyalakan lampu. Terpaksa boleh keluar kamar hanya pas kebelet di kamar mandi dan wudhu.
Puasa Kungkum. Berendam di air, hanya kepala yang Nampak. Waktu malam tertentu dan hanya 1 jam saja. Dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Patigeni. Sebagai puasa penutup dari puasa laku.
Dan masih banyak lagi jenis-jenis puasa yang tidak bisa saya ceritakan panjang lebar disini dan bisa dipakai untuk penelitian dan pengembangan di masa Modern seperti ini.
Apa sarana (syarat) dalam menjalankan puasa laku?
Tergantung dari syarat yang diajukan dalam setiap laku, puasa mempunyai sarana yang berbeda-beda. Asalkan paham betul apa yang akan dilakukannya. Persis seperti Nasehat Sunan Kalijaga dalam pupuh Durma (no.17) di Suluk LingLung, Syeh Malaya;
“Aja lunga yen tan weruh kang pinaranan, lan aja mangan ugi, yen tan wruh rasanya, rasane kang pinangan, aja nganggo-nganggo ugi, yen during wruha arane busana di”.
Artinya:
“Jangan pergi kalau belum tahu yang kau tuju, dan jangan makan juga, kalau belum tahu rasanya, rasanya yang dimakan, jangan berpakaian juga, kalau belum tahu kegunaan berpakaian”.
Oleh karena itu, setiap melakukan puasa Laku hendaklah mengetahui betul apa yang akan terjadi setelahnya nanti, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mendapatkan hasil di masa depan.
Sebenarnya, inti puasa orang jawa itu apa?
Sura Dira Jaya Ningrat, Lebur Dening Pangastuti. Sekuat-kuatnya manusia maka masih luluh dengan pengampunan. Ada yang mengartikan bahwa luluh dengan Rendah hati.
Artinya apa? Bahwa ajaran jawa tertinggi dalam menjalani hidup bukan terletak pada saktinya kita. Namun terletak pada bagaimana kita bisa menempatkan diri kita sesuai situasi dengan tetap rendah ahati. Karna orang rendah hati akan malah dijunjung derajatnya oleh orang sekitar.
Tidaklah heran, jika di zaman sekarang ini jika masih ada yang mengaku “Sakti” maka masih dianggap belum cukup dalam menjalankan Laku Puasanya. Karena istilah jawa bilang hal itu masih Gembar-Gembor dan Gumedhe. Justru laku tertinggi adalah bagaimana kita sakti tanpa ada orang yang tahu dan diri kita tetap seperti karakter masa lalu, yaitu tetap menjadi manusia biasa apa adanya. Karena segala hal yang pernah kita dapatkan itu, hanya titipan dari Sang Hyang Wisesa dan sutu saat pun kita akan bertanggung jawab terhadap apa yang kita dapatkan.
Ngluruk tanpa bala,
Menang tanpa Ngasorake.. (Kitab Sabdo palon)
Kesimpulan apa dari semua ini?
“Ngelmu iku, kalakone kanthi laku.
Lekase lawan khas.
Tegese khas nyantosani.
Sedya buda pangekesing dur angkara.” (Serat Wedhatama)
Artinya:
Ngelmu itu didapatkan dengan cara laku.
Permulaannya dengan khusus.
Artinya khusus sangat sentosa.
Karena semua hal yang terpuji akan mengikis kemurkaan.
Ki Enthung
1 komentar:
Matur nuwun artikelipun sanget mupangati
31 Juli 2016 pukul 13.26Posting Komentar