Apa Sebenarnya “Sastro Jendro Hayu ningrat Pangruwating Diyu”??
Di dalam berbagai literatur jawa banyak menceritakan dan menyebutkan bahwa ajaran dan ilmu tertinggi dari laku orang jawa adalah Sastra Jendra. Banyak sekali saya jumpai dari pemahaman banyak orang bahwasanya Ajaran yang terbilang Sinengker (sangat rahasia dan wingit) ini sudah banyak diterjemahkan oleh banyak pujangga. Tidak hanya para Dhalang, tapi Pujangga kraton juga menterjemahkan. Lalu, sebenarnya apa ajaran Sastra Jendra ini? Dan untuk apa? Kenapa sastra jendra ini muncul? Apalagi munculnya di tanah jawa, seperti halnya munculnya kata-kata Prabu Jayabaya mengenai Satrio Piningit yang sampai sekarang menjadi Kepercayaan banyak masayarakat di jawa.
Disini saya tidak akan membahas ilmu sejati sastra jendra hayu ningrat pangruwating diyu. Tapi saya akan memnberikan wacana sastra jendra dari beberapa versi.
Dalam Kitab Primbon Attashadur Adammakna pada Bab Aji Pameleng, dijelaskan bahwa siapa yang menguasai Aji Pameleng (samadi) akan mendapat wisikan Ghaib berupa Sastra Jendra. Secara Etimologi, Sastra artinya ajaran, Jendra artinya Rahasia/sinengker, Hayu artinya keselamatan/makmur, ningrat artinya bumi, pangruwating artinya meruwat atau membersihkan, diyu artinya raksasa. Diterangkan dalam kamus Indonesia-Sansekerta bahwa artinya adalah Ajaran rahasia untuk membawa keselamatan alam semesta dan bisa untuk meruwat raksasa.
Makanya siapapun yang mengetahui ajaran ini, diibaratkan bagaikan raksasa jadi manusia, sudra jadi brahmana, bodoh jadi pinter, miskin jadi kaya, dan sangat banyak lagi perubahan yang ada. Karna ajaran ini sama halnya dengan ajaran perubahan luar biasa. Dan orang yang bisa menguasai ajaran ini adalah orang yang bisa melakukan Aji Pameleng, dengan melakukan Laku Samadi, Nutupi babagan Hawa Sanga, dsb.
Dalam pewayangan yang dilakukan Dhalang di suatu lakon, menceritakan bagaimana Begawan Wisrawa yang jika menceritakan Sastra Jendra ini dia harus meninggalkan gemerlapan kekuasaan dan kekayaan. Sang Dewi Sukesi yang putra dari Pabru Sumali dijelaskan karna untuk urusan pernikahan. Ini disebabkan pura bagawan Wisrawa yang hanya mencintai Dewi Sukesi itu membuat Negara tidak makmur dan kurang memikirkan bangsa.
Begawan Wisrawa pun mengajarkan hakekat dari Sastra Jendra pada Dewi Sukesi, (dalam pewayangan tidak diceritakan apa sebenarnya isi dari ajaran ini). Namun apa yang terjadi? Setelah mendapatkan ajaran tersebut, sungai Nil, Sungai Eufrat dan sungai Ciliwung sangat jernih airnya dan cocok untuk mandi. Selain itu Dewi Sukesi juga mengajarkan bagaimana cinta kasih antar sesame sesungguhnya, cinta kasih pada alam semesta, dan cinta kasih pada Sang Hyang Wisesa.
Yang diajarkan adalah jika cinta kita antara dua insan terjalin (Bertasbih atau menyatu) maka akan mudah dalam mengantarkan ajaran ini.
Bahkan dalam pewayangan juga disebutkan bahwa raksasa yang mendengar ajaran rahasia ini justru bisa berubah menjadi manusia.
Ada juga lakon pewayangan yang pernah di tulis oleh Sunan Kalijaga bahwasanya Ajaran Rahasia ini dimiliki oleh Puntadewa dengan senjatanya Jamus Kalimosodo. Sebenarnya, dalam lakon wayang (artinya adalah ayang-ayang) Pandawa itu bagaikan Rukun Islam. Pertama Puntadewa dengan senjata Jamus Kalimosodo (Kalimat Syahadat), Werkudoro dengan melambangkan shoalat yang senjata terkenalnya Kuku Pancanaka (panca berarti lima, artinya shalat 5 waktu), dan seterusnya.
Dalam jamus kalimasada yang berupa ajaran sastra jendra ini, memang kalimat syahadat bagi orang islam yang benar-benar memahami islam akan tercengan untuk merenunginya. 2 kalimat persaksian bahwa tiada sesembahan selain Allah dan Muhammad sebagai Utusan Allah. Padahal syarat orang bersaksi adalah mengetahui dan pernah tahu. Namun, kenapa agama memerintahkan untuk bersaksi padahal kita belum pernah tahu Allah dan RasulNya. Inilah yang membuat ajaran islam juga snagat perlu dikaji lebih dalam oleh para pengikutnya.
Oleh karena itulah sastra jendra dianggap ajaran yang sinengker dan perlu pemahaman dalam untuk mengetahui hakekat sebenarnya.
Pernah membaca tulisan seorang pujangga dari Surakarta, Raden Ngabehi Ranggawarsito. Bahwasanya menyikapi hal ini, dia membagi-bagi ajaran sastra jendra ke beberapa aspek. Seperti halnya ajaran Rahasia untuk meruwat alam semesta, ajaran rahasia untuk meruwat kelestarian makhluk hidup, ajaran rahasia untuk meruwat dan membersihkan bumi, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah para orang jawa yang belajar bagaimana memahami kehidupan ini. Bahkan, dari berbagai ilmu yang dia dapatkan, akhirnya beliau menuliskan pada salah satu kitab yang terkenal dengan nama Wirid Hidayat Jati. Wirid ini mencangkup segala ilmu yang ada yang dahulunya berasal dari para wali, namun kebanyakan orang memahaminya menjadi sebuah aliran kejawen. Tidak heran jika seperrti Sunan kalijaga dianggap juga sebagai aliran islam-kejawen (abangan) padahal sejarah yang membuktikan tidak seperti itu.
Dari sisi sini saja masih sedikit pembahasan mengenai Sastra Jendra Hayu Ningrat Pangruwating Diyu. Lalu apa makna sebenarnya (makna sejati) dibalik munculnya Ajaran yang dianggap Sinengker ini?? Silakan pembaca merenunginya.
Ngelmu iku, Kelakone kanthi laku.
Lekase Lawan Khas.
Tegese Khas nyantosani.
Sedya Buda Pangekesing Dur Angkara.
(pupuh Pucung, serat Wedhatama)
Ki Enthung
1 komentar:
Jimat Kalimasada itu tercakup dalam sastra jendra. Jimat berarti yang diandalkan oleh manusia. Kalimasada, berasal dari kata dari jumlah yang lima, dan sada berasal dari kata usada. Jadi, arti keseluruhannya adalah ada suatu yang bisa jadi andalan manusia untuk hidup yang sampurna di dunia dan di jagad delahan atau akirat yaitu ' welas asih'. dari manakah kata welas asih didapat???
28 Desember 2021 pukul 16.13Dari pethilan sastrajendra yang dibaca menjadi lima baris kalimat. Apa itu?
1. hanacara ( ada cara)
2. kadatasa ( kudu tansah atau harus selalu )
3. walapadha ( welas padhane atau welas asih pada sesama)
4. jayanyama ( kuat bersama )
5. gabathanga ( pegangan orang hidup )
Kesimpulannya, agar manusia bisa selamat di dunia dan akirat hanya ada satu yang harus dijadikan andalan dalam hidupnya yaitu welas asihlah pada sesama makluk ciptaannya . Jadi memang begitulah adanya ( Resi Wijaya)
Posting Komentar